Bantuan Hidup Dasar, Pentingkah?

Resusitasi jantung telah dimulai sejak lama dan terus mengikuti sesuai dengan perkembangan secara berkala. Tahun 1960 Kouwenhoven, Knicker Bocker dan jude mendokumentasikan 14 pasien yang dapat diselamatkan saat mengalami henti jantung dengan mengaplikasikan pijatan jantung atau kompresi dada. Pada tahun yang sama dalam pertemuan Maryland Medical Society in Ocean City telah diperkenankan kombinasi antara kompresi dada dan bantuan pernafasan. Dua tahun kemudian, tahun 1962 monophasic defibrillation, bentuk gelombang arus listrik searah telah dibuat. Pada tahun 1966, AHA pertama kali mengembangkan pedoman CPR yang mengikuti pembaharuan secara berkala.

Secara teoritis Bantuan Hidup Dasar merupakan upaya yang dilakukan untuk menyelamatkan hidup setelah terjadi henti jantung/ henti nafas, hal ini dilakukan bertujuan untuk mempertahankan hidup pada saat pasien/ korban mengalami keadaan yang mengancam jiwa.

Gambar Ilustrasi



Langkah-langkah Bantuan Hidup Dasar
Sebelum melakukan BHD maka perlu diperhatikan 3 hal yang biasanya dikenal dengan istilah 3A, seperti : aman penolong, aman pasien dan aman lingkungan.


Berikut ini langkah-langkah melakukan BHD :
  1. Mengenali Keadaan Henti Jantung : Korban yang mengalami henti jantung tidak akan bereaksi, nafas tidak ada atau tidak normal, nadi tidak teraba. Caranya dengan cara meraba bahu atau memanggil "bangun Pak/ bu" atau "Bu/ Pak buka mata", "Ibu/ Pak tau ini dimana?".
  2. Mengaktifkan sistem keadaan Darurat : Jika penolong/ petugas menemukan penderita atau pasien dalam keadaan tidak sadar atau tidak ada respon atau pergerakan pada saat dirangsang, baik rangsangan verbal maupun rangsangan nyeri, maka segera aktifkan sistem Emergency/ SPDGT/ panggil ambulans.
  3. Pemeriksaan Nadi : Pemeriksaan nadi ini dilakukan dengan cara meraba nadi karotis didaerah leher korban, namun jika nadi tidak teraba lakukan siklus 3o kompresi 2 ventilasi. Jika ada nadi berikan 1 kali ventilasi tiap 5-6 detik, kemudian evaluasi nadi setiap 2 menit. Hal ini harus dilakukan dalam waktu/ ditentukan dalam waktu tidak melebihi dari 10 detik.
  4. Kompresi Dada : Kompresi dada merupakan tindakan penekanan dada/ penekanan dada dibagian bawah pada pertengahan sternum.
  5. Air Way (jalan Nafas) : Ini dilakukan untuk menilai jalan nafas yaitu dengan membuka mulut korban. Kemudian pastikan ada sumbatan atau tidak. Jika ada sumbatan segera dibersihkan sesuai dengan penyebabnya. Kalau berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan kain kasa. Jika sumbatan oleh benda keras dapat dibersihkan dengan menggunakan dengan jari telunjuk yang dibengkokkan, jika jalan nafas sudah bersih, buka jalan nafas dengan Head Tilk Chin Lift (kepala tengadah - dagu diangkat). Jika penolong mencurigai adanya trauma servikal buka jalan dengan cara raw thrust.


Cara Melakukan RJP
  1. Korban harus dalam keadaan terlentang, bila dalam keadaan telungkup, korban dibalikkan. bila pasien trauma dibalikkan dengan cara "Log Roll".
  2. Baringkan Penderita ditempat yang keras dan datar agar mudah dilakukan RJP. RJP lebih baik langsung dilakukan pada korban saat ditemukan henti nafas/ henti jantung.
  3. Posisi penolong berlutut disamping pasien, jika pasien dirumah sakit, penolong berdiri disamping tempat tidur pasien.
  4. Penolong harus menekan pada pertengahan bagian bawah sternum, diantara puting susu.
  5. Letakkan 1 tumit tangan diatas sternum pada bagian tengah dan letakkan tengah kedua diatasnya.
  6. Tekan dengan keras dan cepat (push hard and push fast)
  7. Lakukan Kompresi dada dengan kecepatan 100 x/i dengan kedalaman {(Dewasa : 5 cm, rasio 30:2 (1 atau 2 penolong), Anak : 1/2 anterior posterior (AP), rasio 30:2 (1 penolong) dan 15:2 (2 penolong), Bayi : 1/3 anterior posterior (AP), rasio 30:2 (1 penolong) dan 15:2 (2 penolong)}
  8. Pada saat melakukan kompresi, penolong tidak boleh menghentikan kompresi lebih dari 10 detik.
  9. Menhindari ventilasi yang berlebihan


Evaluasi 
1. Jika tidak ada nadi karotis, lakukan kembali kompresi dan ventilasi dengan rasio 30:2
2. Jika nadi teraba dan nafas tidak ada, berikan bantuan nafas
3. Jika nadi teraba dan nafas ada, letakkan pasien pada posisi yang pas agar jalan nafas tetap terbuka

Tindak Lanjut 

RJP tidak dilakukan apabila :
1. Tampak tanda kematian
2. Bila menolong korban akan membahayakan penolong

RJP dihentikan apabila :
1. Kembalinya ventilasi dan sirkulasi spontan
2. Adanya yang lebih bertanggungjawab
3. Penolong kelelahan atau sudah 30 menit tidak ada respon. 



Penulis



Ns. Cut Ainsyah, S. Kep
Kepala UGD UPTD Puskesmas Meurah Mulia

No comments

Powered by Blogger.